Senin, 07 Juli 2008

Insan yang Solat 1.000 Rakaat Sehari

Siang dan malam tiada yang dilakukan kecuali hanya rukuk dan sujud kepada Allah. Setiap sehari semalam ia solat tidak kurang dari 1,000 rakaat. Dirinya hanya untuk beribadah kepada Allah. Ia selalu berusaha agar dirinya setingkat dengan para malaikat yang sentiasa bertasbih siang dan malam yang tidak pernah lupa berzikir kepada Allah walau sesaat pun. Setiap hari ia hanya makan beberapa suap saja, sekadar ia dapat hidup; kerana itu badannya sangat kurus. Tetapi dalam badan yang kurus itu terdapat kekuatan rohani yang mengagumkan yang menyebabkan ia dapat melaksanakan solat yang ia tekankan atas dirinya.

Ia hidup membujang; meskipun khalifah Muawiyah Ibnu Sufyan telah menawarkan padanya untuk melamar wanita yang ia senangi; dan mas kahwinnya akan diambilkan dari Baitul Mal, tapi Amir Ibnu Abdullah hanya ingin mengabdikan dirinya kepada Allah, ia bertekad tidak akan ada sesuatu yang dapat melalaikannya dari beribadah kepada Allah.

Ia adalah seorang tabi’in yang mencapai puncak zuhud. Ia berkata: “Kenikmatan dunia itu ada empat, harta, wanita, tidur dan makanan. Adapun harta dan makan, aku tidak dapat meninggalkannya. Tetapi demi Allah, dengan tidur dan makan aku memeras tenagaku.”

Keperluannya pada tidur dan makan menyerupai keperluannya pada solat malam dan puasa di siang harinya. Setiap syaitan berusaha mendekati tempat sujudnya, maka ia mencium bau syaitan yang busuk; dan jika ia mendapatkan bau syaitan, maka ia menyingkirkan dengan tangan dan berkata: “Andaikan bukan kerana bau busukmu, nescaya aku sujud di atasmu.”

Pada suatu ketika syaitan datang padanya dengan menjelma menjadi ular, ketika ia menyingkirkannya dengan tangan, syaitan berkata: “Apakah kamu tidak takut digigit ular?” Jawabnya: “Sungguh aku malu kepada Allah jika aku takut kepada selain Dia.”

Amir terus meneruskan solat sepanjang siang dan malam, hingga betis dan telapak kakinya bengkak. Ia selalu berkata: “Wahai jiwa yang selalu mengajak kepada kejahatan, sesungguhnya kamu diciptakan untuk beribadah. Demi Allah, aku akan memaksamu melakukan ibadah tanpa ada kesempatan untuk tidur. Setiap hari ia pergi ke suatu bukit untuk menjauhkan diri dari keramaian orang, dan mengisinya dengan beribadah di sana.

Pada suatu hari, ia keluar rumah dan terus berjalan hingga sampai di lembah “Buas,” dinamakan lembah buas kerana di situ banyak terdapat binatang buas. Tiada seorang pun yang berani memasuki lembah itu kecuali orang-orang sufi yang berhati tulus, yang hati dan jiwa mereka hanya takut kepada Allah, mereka tidak takut pada apa pun kecuali Allah; meskipun binatang buas atau ular berbisa.

Ketika Amir menuruni lembah itu, ia dapatkan di lembah itu ada ahli sufi lain seperti dirinya, ia bernama “Humamah” solat di suatu sudut. Keduanya berada di lembah selama empat puluh hari tanpa saling berbicara, kerana masing-masing sedang tekun beribadah dan solat.

Suatu ketika Amir Ibnu Abdullah ingin mengenal orang yang tinggal di lembah itu dan giat dalam beribadah, maka ia datang pada orang itu dan bertanya: “Siapakah kamu, hai hamba Allah?” Orang itu berkata: “Tinggalkan aku.” Kata Amir, “Aku bersumpah tidak akan meninggalkan kamu sebelum aku tahu dirimu.” Kata orang itu, “Aku Humamah Al-Habsyi.”

Kata Amir, “Jika kamu Humamah Al-Habsyi seperti yang pernah aku dengar, kamu pasti orang yang paling banyak beribadah di dunia ini. Beritahukan padaku perkara yang paling utama.” Kata Humamah. “.. Andaikan bukan kerana beberapa ketentuan solat yang mengharuskan berdiri dan sujud, nescaya aku lebih senang menghabiskan umurku untuk terus rukuk dan membiarkan wajahku bersujud kepada Allah hingga aku bertemu dengan-Nya. Akan tetapi solat-solat fardhu tidak membolehkan aku melakukan itu. Dan siapakah kamu?” Jawab Amir. “Aku Amir Ibnu Abdu Qais.”

Kata Humamah, “Jika kamu Amir seperti yang pernah aku dengar, pasti kamu seorang yang paling banyak beribadah. Maka beritahukan padaku perkara yang paling utama.” Kata Amir. “Sungguh rasa takutku kepada Allah membuat aku tidak takut kepada apa pun kecuali pada-Nya.”

Di saat Amir dan Humamah sedang berbicara tentang ibadah dan taat kepada Allah, tiba-tiba datang seekor binatang buas di belakang Amir dan meloncat ke atasnya, maka Amir menyapu binatang itu dengan tenang sambil membaca ayat Al-Quran, “Dzaalika yaumu majmuu’ul lahunnasu wa dzaalika yaumun masyhud.” “Hari kiamat itu adalah hari yang mana manusia dikumpulkan untuk (menghadap)Nya, dan hari itu adalah hari yang disaksikan (oleh semua makhluk).”

Tiba-tiba binatang buas itu duduk mengibaskan ekornya seperti kucing yang jinak. Ketika Humamah menyaksikan hal itu, ia bertanya pada Amir: “Demi Allah, wahai Amir, bagaimana kamu boleh berbuat demikian?” Jawab Amir: “Bukankah sudah kukatakan padamu, sungguh aku malu kepada Allah jika aku takut selain Dia.”

Ia adalah seorang ahli zuhud, bujangan yang mempunyai rumah. Ia mempunyai saudara perempuan wanita yang bernama Ubadah yang setiap hari membuatkannya roti dan mengirimkan roti itu kepadanya. Tapi setiap ia menerima kiriman roti, ia segera keluar mengundang anak-anak yatim untuk makan roti tersebut. Ia berkata pada saudara sepupunya: “Wahai Ubadah, sabarlah atas apa yang menimpamu di dunia ini dengan membaca Al-Quran, kerana barangsiapa yang tidak senang membaca Al-Quran, maka ia akan meninggalkan dunia dalam keadaan menyesal.”

Pada hari-hari tertentu, Amir Ibnu Abdu Qais mengadakan majlis di masjid. Di antara kata yang pernah disampaikan kepada majlisnya; Aku pernah bertemu dengan beberapa sahabat Rasulullah dan bergaul dengan mereka; mereka memberitahu aku, bahawasanya pada hari kiamat, orang yang paling suci dari dosa ialah orang yang paling memperhitungkan dirinya dalam setiap langkahnya; orang yang paling senang di dunia, akan menjadi orang yang paling sedih di hari kiamat; dan orang yang paling banyak tertawa di dunia, ia akan menjadi orang yang paling banyak menangis di hari kiamat.”

Walaupun Amir seorang yang zuhud, ia tidak membiarkan seseorang yang berbuat zalim, meskipun orang yang dizalimi itu bukan orang Islam. Pada suatu hari, ia menyaksikan orang kafir dzimmi ditarik oleh beberapa orang yang menjadi kaki tangan penguasa Basrah. Orang dzimmi itu minta tolong padanya, maka ia melepaskannya dari seksaan mereka dan berkata kepada mereka. “Jangan menyeksa seorang dzimmi yang telah dijamin oleh Rasulullah SAW selagi aku masih hidup.” Setelah gabenor Basrah mengetahui apa yang diperbuat oleh Amir, maka ia memerintahkan supaya Amir dibuang ke Syam, agar Amir tidak akan kembali padanya atau melakukan sesuatu yang bukan haknya.

Tatkala Amir akan berangkat ke Syam, ia mengumpulkan kawannya untuk mengantarkan ke perbatasan kota, ia berkata pada mereka: “Aku hendak berdoa kepada Allah, maka ucapkanlah ‘amin’.” Kawan-kawannya mengira akan berdoa kerana pembuangannya. Mereka berkata: “Sebenarnya kami telah menginginkan kamu berdoa.” Maka ia mengangkat kedua tangan dan berdoa: “Ya Allah, siapa yang memfitnah aku, mendustakan aku, mengeluarkan aku dari kota ini dan memisahkan aku dari kawan-kawanku; Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya, sihatkanlah badannya dan panjangkanlah umurnya.”

Demikian itulah sifat Amir Ibnu Qais, ia mendoakan orang-orang yang telah berbuat zalim padanya dan mengusirnya dari Basrah tempat ia tinggal bersama keluarganya dan tempat berguru kepada Abu Musa Al-Asyari agar mereka diberi harta dan anak yang banyak, disihatkan badannya dan dipanjangkan umurnya.

Amir meninggal dunia dalam keadaan tidak memiliki apa-apa sebagaimana ia lahir di dunia dengan tangan kosong. Ia hanya membawa bekal amal soleh yang menghantarkan ia sampai mencapai tingkat orang-orang soleh yang berbakti kepada Allah.

Tidak ada komentar: